Authors: Sedamai Lazuardi

In Kumpulan Cerpen

By Aglitera Administrator

Seperti hari-hari biasanya, kala itu. Ketika sore menjelang, aku berdiri di jembatan layang ini. Melihatnya dari kejauhan. Ia yang tersenyum ramah pada orang-orang di sekitar.

Authors: Uda Agus , Zam Alano

In Kumpulan Cerpen

By Aglitera Administrator

Membaca cerpen-cerpen LMBUA yang sampai ke tangan saya, membuat saya terkadang seperti membaca cerpen Annida tempo dulu, ada juga yang rasa cerpen koran kekinian, kadang juga balik lagi ke cerpen-cerpen romance ala zaman Anita Cemerlang.

Authors: Nadjib Kartapati Z

In Kumpulan Cerpen

By Aglitera Administrator

"Hhmm. Perkawinan itu cuma sebuah lem­baga perbudakan dari kaum lelaki atas perempuan yang disahkan dan dihiasi dengan pranata agama," ucap Margaretta seraya menyandarkan kepalanya ke lutut saya yang terlipat.

Authors: Ngah Aroel

In Kumpulan Cerpen

By Aglitera Administrator

Entah harus mau bilang apa lagi, ketika hati ingin selalu memberikan pikir kepada akal. Tanpa disadari mau atau tidak kemampuan pikir akan menghasilkan imajinasi baru.

Authors: Syarifuddin , Nurul Qibtiyah , Ahmad Farhan

In Kumpulan Cerpen

By Aglitera Administrator

Setiap dari kita sedang berproses. Apa yang kita lakukan kadang benar, kadang salah. Kadang sesuai harapan, kadang tidak.

Authors: Lenni Ika Wahyudiasti , Abdullah

In Kumpulan Puisi

By Aglitera Administrator

Jutaan tubuh berbalut lembaran ihram tak berjahit Berkumpul lantunkan doa dan dzikir berbait Berbaur sirene mobil-mobil medis pengangkut si sakit

Authors: Nur Aprilianti R , Xie Nur

In Kumpulan Puisi

By Aglitera Administrator

ayah, dan orang-orang terkasih yang diangkat dari peristiwa nyata sehari-hari.

Authors: Alya , Andina , Elsan , Iqbal , Saadah

In Kumpulan Puisi

By Aglitera Administrator

Karena kau seperti awan mendung itu dengan langir semakin lindap Menggapainya, Itu adalah mimpi Bagai aku menggenggammu Angin, aku setia (Alya Fauzia K)

Authors: Dhaifina F. Hajidah

In Kumpulan Puisi

By Aglitera Administrator

“Mencintaimu adalah puisi,” kataku suatu senja. Tiba-tiba angin mendesau sunyi Matahari gugur cahaya Lama sejak aku berpuisi Ilalang menculik punggungmu Aku meracik kesepian lalu melahapnya sendiri Aku meracik kesepian lalu melahapnya sendiri